i am proud of santri

                     I AM PROUD OF SANTRI

    Suara riuh yang membuat pandanganku beralih terhadapnya, ada yang asik ngobrol dengan bahasa asing, ada yang diam-diam memerhatikanku, ada juga yang merengek pada ibunya yang sepertinya tidak ingin di tinggalkan. Ternyata mereka merasakan apa yang aku rasakan.
     Ya, sekarang aku disini, dengan memakai gamis berwarna pink, yang membuat tubuhku terasa menjadi lebih besar dan sulit berjalan. Sehingga aku merasa tidak percaya diri dengan baju syar’i yang belum pernah aku pakai sebelumnya. Ini adalah sebuah tempat yang asing bagiku, orang-orang biasa menyebutnya “PENJARA SUCI”, tempat yang sering diceritakan Umi dan Abi padaku, yang mungkin itu menjadi alasanku bisa berada disini, semua itu karena permintaanya mereka.
“ ka...Umi pulang ya, kakak yang betah disini. Umi tidak punya apa-apa untuk mengajarkan kakak ilmu pengetahuan, sekolah saja Umi hanya sampai SD” sembari tersenyum dan menghiburku. 
 “makanya Umi titipkan kakak ke pesantren supaya kakak menjadi orang yang berpengetahuan tinggi tidak seperti Umi...” 
   Aku tidak bisa berkata apa-apa, aku gugup, marah, tapi tidak bisa menentang. Aku mengantarkan Umi sampai depan gerbang pesantren sambil pamit pada Abi yang tidak bisa masuk ke asrama putri, jadi sejak tadi Abi hanya menunggu aku dan Umi diluar asrama. Abi pun menasihatiku sama halnya seperti nasihat Umi tadi. Tapi tetap saja aku tidak mengeluarkan kata sedikit pun.
Akhirnya aku membiarkan Umi dan Abi pergi, pandanganku terus ke arah mobil yang semakin jauh dari tempatku berdiam diri. Ingin rasanya ku kejar, tapi tidak bisa. Detak jantungku begitu kencang, badanku bergetar, air mata yang tidak bisa dibendung lagi dan hatiku berkata
“Umi.. Abi.. jangan tinggalkan kakak sendiri disini...kakak takut mi!”. Namun semuanya sia-sia, Umi dan Abi telah menghilang dari pandanganku.
Cukup lama aku berdiam diri di tempat itu, adzan pun berkumandang menandakan waktu ashar telah tiba. Dengan itu, bukan Umi, Abi dan rumah yang aku pikirkan, yang aku pikirkan sekarang bagimana caranya aku bertahan hidup di tempat ini tanpa mereka.
Aku memberanikan diri untuk masuk ke asrama, tempat dimana lemari dan barang-barang yang di rapihkan Umi tadi. Suara adzan yang sedang berkumandang membuat para santri meninggalkan kesibukan mereka dan langsung berbondong-bondong ke tempat wudhu dengan alat sholat yang dibawanya.
Dengan rasa penasaran aku langsung mengambil alat sholat yang disediakan Umi dari rumah. Aku ikuti mereka dan.. (Brukkk)
“sialll..” dalam hatiku berkata. 
“afwan ukhti, ana ghoer amdin (maaf tidak sengaja)” dengan bahasa asingnya menandakan dia adalah santri yang sudah lama di pesantren ini.
“ i..iya tidak apa-apa” sautku walaupun aku tidak mengerti apa yang dia katakan.             Dengan senyuman akrabnya dia langsung meninggalkan ku begitu saja. Jaraknya yang belum begitu jauh, aku langsung memanggilnya tanpa segan
“ka..!” perempuan manis itu langsung menoleh dengan ramah
“iya kenapa ukhti?”,
“emm.. tempat wudhu disebelah mana ya ka?” tanyaku sambil nyengir.
“mari ukhti ana antar, kebetulan ana juga mau ambil wudhu”. Aku sangatlah senang mendengar kalimat itu, aku merasa memiliki teman baru dan tidak sendiri lagi.
    Kami bergegas ketempat wudhu bersama sambil berbincang,
“ukhti anak baru yah disini?” tanya perempuan manis itu, akupun mengangguk malu 
“ukhti kelas berapa?” 
“ kelas 1 Aliyah” jawabku, 
“waah.. berarti kita se-angkatan dong!” dengan sumbringah memegang lengan kananku  layaknya bukan teman yang baru saja kenal. 
“loh, Aku kira kamu anak lama disini. Lalu, dari mana kamu belajar bahasa arab?” 
“ana itu masuk ke pesantren ini sejak kelas 1 MTS, setelah lulus MTS ana males daftar ke sekolah/pesantren lain. Soalnya ana udah betah banget disini, makanya ana bisa bahasa arab. Tapi bukan hanya bahasa arab, bahasa inggris juga di ajarkan di pesentren ini”. jelasnya dengan wajah serius. “Oiya, masmuki ukhti?” tanyanya. 
“Sssorry aku gak ngerti hehe..” jawabku malu, dengan rasa bersalahnya dia berkata 
“ya ampun maaf banget..  aku lupa (sambil menepuk jidat), maksud aku nama kamu siapa?”,
“nama aku Indri, nama kamu siapa?” tanyaku kembali sambil mengulurkan tangan kananku,
“nama aku Herlin” sambil tersenyum dia ambil tanganku.   
Tidak terasa kami tiba di tempat berwudhu yang letaknya dekat dengan Aula yang dijadikan santri putri sebagai tempat sholat berjamaah. Ratusan santriawati berkerumun seumpama kawanan bidadari. 
“ya ampun, ngantri banget..” gumamku dalam hati. Tanpa sadar perempuan manis tadi menghilang. Ternyata, aku lihat dia sudah ada diantrian paling depan, akupun langsung masuk antrian paling belakang dengan mata terus menoleh kearahnya karena takut ditinggalkan. Setelah berwudhu, “yah,, dugaanku benar, dia pasti ngilang” gumamku kecewa.
 “de.. sedang apa?” sambil menepuk bahuku 
“Cepat pergi ke aula sebentar lagi jemaahnya dimulai” celetuknya dengan nada tegas dan raut wajahnya yang datar.
  Sepertinya dia pengurus dipesantren ini dengan almamater berwarna hijau tua yang membedakannya dengan santri yang lain. 
Aku langsung bergegas ke masjid sambil menggerutu dalam hati “siapa sih cewe datar tadi! Dia fikir dia siapa tepak-tepak bahu aku!”. 
Tiba di mushola ternyata jemaah sudah dalam keadaan sujud terakhir. “mampusss” aku langsung ambil shaf paling belakang dan langsung sujud agar tidak ketahuan terlambat.
Usai jemah para santripun meninggalkan aula dan bergegas ke asrama, dengan berdesak-desakkan mereka mencari sepasang sandal mereka masing-masing.
“ngapain sih desak-desakan gitu, nanti juga keluar ini, udah kaya orang yang lagi antri sembako aja“  gumamku dalam hati sambil tersenyum angkuh.
 Pintu keluar sudah mulai sepi, aku langsung bangun dari posisi dudukku, ku cari sandalku kesana kemari, tetapi tidak aku temukan.
“ya ampyuun.. ternyata sandalku sudah bisa jalan sendiri sekarang ” ocehku sambil menghibur diri.
 “eh kucrut.. lagi ngapain si dari tadi mundar-mandir gak jelas?” (nada tinggi). sumpah aku terkejut dengan pertanyaan itu.
 “siapa sih? Ngagetin aja, gak jelas tau gak!” jawabku kesal.
 “eh gua kan nanya, ko malah nyolot sih?”.
 “ lo kali yang nyolot!”
 tiba-tiba Herlin pun datang “eh kholas-kholas! Astaghfirullah al’adzim kalian kenapa sih ko jadi berantem? Gak baik tau.. anti lagi Imal, why fight with new child? You must first start (kenapa kamu bertengkar? Pasti kamu yang mulai)”.
“ apasi lu, orang gua cuman nanya, dianya aja yang darting udah kaya ibu-ibu“ jawab bocah tengil itu yang semakin membuatku darting.
“Ooh jadi nama lo Imal, hmm pantes..”.
“Nah mal, now she knows your name, are you want to know who his name is?( sekarang dia sudah tau nama kamu, kamu mau tau tidak nama  dia siapa?) His name Indri" herlin memberi tahu namaku tanpa izin.
Padahal aku mengerti apa yang mereka katakan, yaa walaupun hanya sedikit setidaknya aku pernah kursus bahasa inggris waktu kelas 1 MTS dulu. kemudian di tengah perdebatan, Herlinpun mengajak kita untuk segera ke asrama dan mengakhiri perdebatan kami.
Para santri biasanya mengikuti kegiatan mengaji Al-qur’an seusai jemaah ashar berjamaah, begitulah Herlin memberi tahuku dijalan menuju asrama tadi. Namun kegiatan mengaji saat ini belum berjalan semestinya, karena hari ini para santri terlihat belum kumplit yang mungkin mereka masih menikmati suasana holiday.
Aku mencoba mendekati teman-teman sekamarku, mereka sama-sama anak baru pula disini. Kita saling berkenelan, berbagi makanan dan bertukar cerita.
“Banaaat.. hayya kul awwalan, ayoo anak baru makan dulu!” salah satu santri berteriak tegas. 
“itu siapa sih, ngatur-ngatur mulu hidupnya” tanya teman sekamarku
 “kayanya dia pengurus deh, soalnya mereka mengenakan baju seragaman” jawabku sok tahu.
“ayo kita ambil makan”.
“ayoo” (bersamaan).
Saat aku dalam antrean untuk makan, terlihat Herlin dan Imal sedang makan bersama di piring yang lumayan besar, dan tiba-tiba saja imal memanggilku 
“woy, makan bareng sini ndri” ajaknya dengan gaya berbicaranya yang seperti preman 
“sutt.. billugoh mal, ba’den maujud mudabiroh (dengan bahasa mal, nanti ada pengurus)” tegur Herlin pada Imal 
“iya ndri makan bareng sini sama kita “lanjutnya dengan volume suara yang kecil karena  mungkin mereka takut terkena hukuman bahasa. Akupun menghampiri mereka untuk makan bersama.
“kalian biasa makan di piring besar ini? Biar apa?” tanyaku sedikit heran. 
“huahahahaha piring besar lo bilang? Norak! ini itu NAMPAN” jelasnya sambil tertawa meledekku
 “yaudah si... mana aku tau kaya beginian. lagian aneh bgt sih, masa makan di nampan” jawabku sambil tersenyum kecil 
“belagu banget sih lo jadi orang, nanti juga kalau lo udah sebulan disini pasti piring lo bakal ganti juga jadi nampan” ledek Imal yang tiada habisnya 
“sudah sudah, kalian gimana sih masa makan sambil bertengkar” celetus Herlin yang sepertinya sudah mulai kesal pada kami berdua, aku dan Imal pun berhenti berdebat dan mulai menikmati makanan di nampan itu.
“eh Shela.. astahim ba’daki na’am?” teriak Imal pada temannya, yang berjalan menuju kamar mandi dengan handuk di pundak dan gayung di tangan kanannya.

”Indri, kamu mandi abis aku aja yah.. sebentar lagi jemaah soalnya” tawar Herlin yang baik hati
“emm Herlin.. baik banget sih kamu, ma aciww yah” jawabku tidak ingin kalah oleh Imal
“sama-sama”.
kami pun melanjutkan makan kmi sampai habis.
                                     ***
   Herlin pun keluar dari kamar mandi, giliranku untuk masuk yang dari tadi berdiri di depan pintu. Tidak ku sangka dan tidak di sangka-sangka ternyata aku mandi bersebelahan dengan Imal yang super duper cerewet itu, menurutku itu adalah sebuah bencana bagiku. Menyebalkan sekali, dia mandi sangatlah rusuh hingga membasahi bajuku yang diletakan di atas tembok pembatas kamar mandi, aku hanya menggeleng-gelengkan kepala dan untuk kali ini, aku sedang tidak ingin berdebat dengannya.
***
 Matahari mulai merangkak menyembunyikan diri yang membuat magic hour terlihat dari arah barat. Sudah tidak asing lagi, perempuan berseragam hijau tua kembali berteriak 
“banaat jemaah... ukhruj minal ghurfah al-an, sur’ah ruh ila qa’ah (putri jemaah.. keluar dari kamar sekarang, cepat pergi ke aula) ayoo anak baru jemaah, bawa alat sholatnya dan pergi ke aula ”. kini, aku mulai sedikit faham dengan peraturan pesantren ini.
Bersama teman-teman sekamarku, kami bergegas keluar dari kamar dan berbondong-bondong pergi ke aula dengan alat sholat yang kami bawa untuk berwudhu dan sholat maghrib berjamaah.
Di tengah perjalanan 
“Indri, Indri.. tunggu” terdengar suara seseorang memanggilku, ku cari arah suara itu ke kanan dan ke kiri
“Indri.. dibelakang” 
Saat aku membalikan badan, ternyata itu adalah Imal dan Herlin sambil melambai-lambaikan tangan.
Aku membiarkan teman sekamarku berjalan meninggalkan ku, Imal dan Herlin langsung menghampiriku sambil lari berloncat-loncatan seperti kuda.
“pada semanget-semanget amat.. oiya kenapa kalian manggil gue?” tanyaku heran
“ssst.. buang yaah bahasa LG-nya(lu gue)” nasehat herlin sambil mengedipkan matanya “nanti klo ketahuan mudabirah bisa dihukum loh”  
“hehe iya sorry sorry.. ”
Karena merasa tersinggung, Imal langsung memotong pembicaraan 
“kita kan dari tadi nungguin lo Indri, eh.. kamu maksudnya” sambil nyengir pada Herlin, Herlin pun menggeleng-geleng kepalanya.
“Ooh jadi kalian nungguin aku toh? Cieee.. kalian so sweet ih” candaku pada mereka.
“iya! Tapi lo nya gak tau diri malah ninggalin kita”
"Imaal” Herlin mengingatkan tegas. Imal tidak pernah lepas dari bahasa lingkungan di rumahnya. memang wajar sih, yaa namanya juga orang Betawi, jadi sedikit sulit menghilangkan bahasa LG nya yang sudah melekat di lidahnya. Itu lah Herlin, dia selalu menasehati kami saat kami salah. Imal hanya nyengir dan menunjukan gigi layaknya iklan pepsodent.
“haha iya maaf.. aku kan gak tau” dengan rasa bersalahku sambil merangkul tangan mereka satu per-satu dan pergi ke aula bersama-sama.  
“etss, (sambil menghentikan langkah kami) jangan lupa baca sholawatnya yah”. Herlin mengingatkan.
  Sesungguhnya sholawat adalah doa keselamatan dan kesejahteraan. Siapa yang mengirim sholawat kepada Baginda Nabi, maka Allah akan mengirim sepuluh sholawat kepadanya, dan orang itu berada dalam jaminan keselamatan Allah SWT. Seperti itu Pak Kyai Abdurrahim Sanusi, _suami Bu Hj Neneng Syamsiah, pengasuh utama dimana kami belajar. Begitulah Herlin mengingatkan kepada ku dan Imal di perjalanan menuju ke masjid.
Setelah selesai berjamah maghrib,
Dor.. dor.. dor..!
    Mudabirah menggebrak pintu kamarku saat kami sedang santai.
“ayo ngaji.. ngaji.. semuanya ke kelas sekarang pake mukena, cepetan! ustazahnya sudah nunggu”  mimik nya yang datar yang tidak pernah hilang dari wajahnya
“iya ka..” jawab teman-teman ku sambil beralih dari posisi santainya. Aku dan teman-temanku bergegas pegi ke kelas dengan semangat, karena ini adalah hari pertama ku memgaji, di kelas mataku terus mencari Imal dan Herlin tetapi tidak ada. aku baru ingat, kalo mereka bukan anak baru disini. Tentu saja mereka berdua mengaji di tingkat yang lebih tinggi dariku. Jadwal pertamaku mengaji, ustazah menerangkan kandungan kitab Ta'lim karangan Syeikh Ibrahim bin Ismail, yang menjelaskan bahwa setiap orang itu harus memiliki etika kapanpun dan dimanapun. Dan beliau menerangkan salah satu mahfudzat yang artinya, bukanlah kecantikan itu dengan pakaian yang menghias kita, sesungguhnya kecantikan itu ialah kecantikan dengan ilmu dan kesopanan. Dengan sangat bijaksana ustazah menjelaskan, entah mengapa aku menjadi menyukai moment ini yang membuatku sadar dengan hal itu.
“wallahu ‘alab bisshoab” Ustazah menutup kitabnya dan beranjak dari tempat duduknya.
     Saat aku bangun dari dudukku, tiba-tiba saja ada seorang santri lama yang menghampiriku dan menggebrak meja di depanku. 
Brakkk..
“eh! nama anti Indri kan?” membentakku secara tiba-tiba
“iya, emangnya kenapa ka?” jawabku tidak mengerti
“jadi orang so asik banget sih! Segala deketin temen ana lagi! Imal dan Herlin itu temen ana sejak MTS, semenjak ada anti, mereka jadi jauh sama ana, tau gak?!”
Aku hanya menundukan kepala dan sesekali menatapnya. Amarahnya keluar, dia berbicara seperti benar-benar dalam hati, matanya yang memerah seperti ingin mengeluarkan air mata. Sepanjang aku bersama Imal dan Herlin, aku tidak pernah berfikir semua ini akan terjadi. Tidak sadar ternyata diam-diam dia meperhatikan kebersamaanku bersama Imal dan Herlin. 
  “jawab dong jangan diem aja!” sambil mendorong-dorong bahuku
Aku hanya diam dan menundukan kepala,  wajahku memerah, dan entah mengapa aku merasa sedih lalu menangis. 
“Shela! kamu apa-apaan sih?” tiba-tiba Herlin datang melepaskan tangan Shela dari bahuku. 
“anti yang kenapa lin?, gara-gara ada anak baru ini (menunjuk Indri) anti jadi beda sama ana!” 
Herlin langsung memeluk Shela untuk menenangkannya walaupun shela berusaha melepaskan.
“Shela.. istighfar Shel, Allah tidak pernah mengajarkan kita untuk seperti ini, hapus perasaan buruk sangka di hati kamu, aku dan Imal tidak pernah membeda-bedakan kamu dengan Indri, kamu tetap teman aku Shel” 
Herlin berhasil menenangkan Shela. masih dalam pelukan Herlin, Shela menangis dan minta maaf
“afwan zidan ukhti, ana khilaf, I just afraid lossing yours (maaf banget, aku hanya tidak ingin kehilangan kamu)”
“no problem Shel, I know your feel (tidak masalah, aku mengerti perasaanmu)” Herlin melepaskan pelukannya
 “Nah, kita punya teman baru loh Shel, dia asik dan cantik sama seperti kamu” sambil mencubit pipi kirinya Shela. Herlin menarik tanganku dan memperkenalkanku pada Shela.
“Maafin aku ya lin, aku udah marah-marah sama kamu” sambil tersenyum yang membuat Shela terlihat begitu cantik.
“Engga shel, seharusnya aku yang minta maaf” jawabku yang benar-benar merasa bersalah. 
Tiba-tiba saja Herlin memeluk kami berdua. hatiku semakin terasa perih, yang membuat aku tidak bisa menahan tangis dipelukan mereka, dan itu sangat memalukan. Kini Shela berbeda dengan sebelumnya, yang datang-datang menggebrak meja lalu memarahiku. Sekarang dia malah meledeku karena melihatku menangis.
“idiih.. ko Indri malah nangis sih, kita kan udah baikan. Cengeng ih Indri kaya anak mamah” celetuk Shela pertama kalinya yang mebuatku begitu malu. Aku merasa bersyukur atas kejadian ini, semuanya memberikan aku pelajaran dan kesabaran.
“Terimakasih teman, semoga kita bersama-sama bukan hanya di dunia, tetapi juga diakhirat kelak” harapan besarku dalam hati.
   “woy! Lagi pada ngapain sih peluk-pelukan? Pake segala nangis lagi, kalian lagi latihan drama buat muhadhoroh bukan?” tiba-tiba saja Imal datang dengan wajah celingak-celinguk.
Suasana menjadi hening seketika dan..
“Huahahahaa..” para santri menertawakan Imal dengan serentak.

Thanks for reading 

Komentar

  1. Alurnya cukup baik.. pembawaan karakternya juga "ngena" bagi setiap tokohnya.. mngkin kalau ceritanya lebih panjang, semakin menarik 😅 hanya saja banyak typonya.. hehe

    BalasHapus
  2. Alurnya cukup baik.. pembawaan karakternya juga "ngena" bagi setiap tokohnya.. mngkin kalau ceritanya lebih panjang, semakin menarik 😅 hanya saja banyak typonya.. hehe

    BalasHapus
  3. Wah keren isinya menceritakan kehidupam santri banget...i like you story😍

    BalasHapus
  4. Kereeeen ❤️❤️❤️😍

    BalasHapus
  5. Yang komen jangan lupa pake #namanya yahh beibb 😘 thanks

    BalasHapus
  6. Cerita'a menarik ada lucu²a gitu😄😄😄 Ya Allah ternyata mereka kalo di kobong begitu yaaa😂 terus semangat kakak 👍 👍👍

    BalasHapus
  7. Cerita'a menarik ada lucu²a gitu😄😄😄 Ya Allah ternyata mereka kalo di kobong begitu yaaa😂 terus semangat kakak 👍 👍👍

    BalasHapus
  8. Ceritanya menarik.. happy ending, saya suka♡

    BalasHapus
  9. pembawaan karakternya bagus ngena bagi setiap tokohnya,mngkin kalau ceritanya lebih panjang,lebih asik di dan menarik

    BalasHapus
  10. Wishh kerenn ceritanya.. Dapet bgt santri nya.. Seru ya mondokk.. Lanjutinn bakatnyaa

    BalasHapus
  11. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  12. pembawaan karakternya bagus ngena bagi setiap tokohnya,mngkin kalau ceritanya lebih panjang,lebih asik dan menarik

    BalasHapus
  13. yg pernah ngobong pasti pernah ngrasain kyk dlm crta ini..mgkin lbh byk lg crta2 yg lain lbih seru, sedih, tegang tkut dtes dll..so good job.

    BalasHapus
  14. Masya allah menarik sekali ceritanya mencerminkan bahwa kehidupan pesantren lah yg paling cocok untuk generasi muda kedepannya
    Truskan imajenasi kekreatifitasnya memajukan dunia menjadikan contoh kreasi anak bangsa yg berprestasi😉😊😊😊

    BalasHapus
  15. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  16. Curhatan ala santri pisan..
    Pkonya jadi santri itu keren, wherever and whenever we will always be a santri .. Proud being santri .. Good job

    BalasHapus
  17. Suka banget ama ceritanya. Bahasa jujur banget sukses ade syantik 😍❤

    BalasHapus
  18. Bagus banget ceritanya😍 suka sama karakternya ngena. Keren pokonya semangat terus ya para santri👍🏻😁😘

    BalasHapus
  19. Inimah cerita santri bangett.. Aku suka 💕💕good job ya..
    #indri

    BalasHapus

Posting Komentar